Dasar Hukum
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini merupakan dasar hukum utama dalam pengaturan persaingan usaha di Indonesia.
Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999, termasuk pengaturan mengenai sanksi administratif.
Tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mengatur kewenangan KPPU, kriteria dan besaran sanksi, serta tata cara pemeriksaan keberatan dan kasasi atas putusan KPPU.
Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan saham perusahaan.
Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Menetapkan pembentukan KPPU sebagai lembaga independen yang bertugas mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999.
Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Mengatur perubahan terkait struktur organisasi dan tugas KPPU.
Tentang Program Kepatuhan Persaingan Usaha. Mengatur program kepatuhan bagi pelaku usaha untuk mencegah pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha.
Tentang Penyusunan dan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan KPPU. Mengatur SOP internal KPPU untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya.
KPPU berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999. Sanksi tersebut dapat berupa:
Pembatalan perjanjian yang melanggar hukum persaingan usaha.
Perintah untuk menghentikan integrasi vertikal atau penyalahgunaan posisi dominan.
Pembatalan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham yang menyebabkan praktik monopoli.
Pembayaran ganti rugi.
Pengenaan denda administratif.
Paling banyak sebesar 50% dari keuntungan bersih yang diperoleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran.
Atau paling banyak sebesar 10% dari total penjualan pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran.
Payung Hukum Internasional
Di bawah naungan World Trade Organization (WTO), prinsip-prinsip GATT mendorong perdagangan bebas dan adil, serta melarang berbagai bentuk proteksionisme dan hambatan tidak wajar, termasuk praktik anti-persaingan seperti subsidi distorsif dan dumping.
Pasal VI GATT melarang praktek dumping (penjualan barang di pasar internasional di bawah harga normal), karena bisa merusak persaingan.
Di bawah WTO juga, Pasal 40 TRIPS mengakui bahwa perjanjian lisensi bisa mengandung klausul anti persaingan.
Negara anggota diberikan hak untuk mengatur atau menindak lisensi teknologi yang bersifat monopolistik atau membatasi persaingan.
Diadopsi oleh Majelis Umum PBB (melalui UNCTAD).
Mendorong negara-negara anggota agar mengembangkan hukum dan kebijakan persaingan yang mencegah praktik bisnis restriktif, termasuk monopoli, kartel, dan penyalahgunaan posisi dominan.
Tidak mengikat secara hukum (soft law), tapi menjadi pedoman penting untuk banyak negara berkembang.
Dikeluarkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Mendorong negara anggotanya untuk:
Mengadopsi undang-undang persaingan usaha yang kuat,
Melarang kartel dan monopoli,
Menjaga keterbukaan pasar.
Walaupun bukan konvensi formal, rekomendasi OECD banyak dijadikan referensi dan standar global.
Banyak perjanjian perdagangan regional mencantumkan pasal-pasal terkait persaingan usaha:
Salah satu sistem paling maju dan ketat di dunia.
Pasal 101–102 Treaty on the Functioning of the European Union (TFEU):
Melarang perjanjian yang membatasi persaingan (kartel),
Melarang penyalahgunaan posisi dominan.
Di bawah ASEAN Economic Community (AEC), negara anggota ASEAN (termasuk Indonesia) sepakat membentuk sistem hukum persaingan usaha masing-masing.
Mendorong harmonisasi kebijakan antimonopoli dan kerja sama antar otoritas persaingan.
Terdapat bab khusus mengenai persaingan usaha dan anti-monopoli, serta kerja sama antara otoritas persaingan Kanada, Meksiko, dan AS.
Poin-poin penting dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional.
Menciptakan iklim usaha yang sehat.
Mencegah praktek monopoli dan persaingan tidak sehat.
Meningkatkan kualitas dan efisiensi pelaku usaha.
A. Perjanjian yang Dilarang (Pasal 4–15)
Perjanjian yang secara hukum dilarang karena berpotensi atau menyebabkan monopoli atau kartel, antara lain:
Kartel Harga (Pasal 5)
Penetapan Harga (Pasal 9)
Pembagian Wilayah Pemasaran (Pasal 9)
Boikot (Pasal 10)
Perjanjian Tertutup (Pasal 15) seperti kewajiban untuk membeli produk tertentu saja.
Persekongkolan tender (Pasal 22) dan persekongkolan untuk menghambat pelaku usaha lain.
B. Kegiatan Usaha yang Dilarang (Pasal 16–20)
Kegiatan usaha yang dilarang karena merugikan persaingan, seperti:
Monopoli (Pasal 17)
Oligopoli (Pasal 4)
Penguasaan pasar secara tidak wajar
Distribusi tidak sehat
C. Penyalahgunaan Posisi Dominan (Pasal 25–28)
Mengatur tentang larangan menggunakan posisi dominan untuk menetapkan harga, menghambat pesaing, atau mengikat perjanjian yang merugikan pihak lain.
Dibentuk berdasarkan Pasal 30.
Tugas KPPU (Pasal 35):
Menyidik dan memeriksa pelanggaran UU ini.
Memberikan saran dan pertimbangan pada kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan persaingan usaha.
Mengawasi kegiatan usaha.
Pemeriksaan perkara (Pasal 36–45): Pemeriksaan dilakukan oleh KPPU.
Keberatan (Pasal 44): Pelaku usaha bisa mengajukan keberatan ke pengadilan negeri atas putusan KPPU.
Kasasi (Pasal 45): Jika keberatan ditolak, masih bisa diajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Sanksi administratif, termasuk:
Pembatalan perjanjian,
Perintah menghentikan kegiatan,
Pembayaran ganti rugi,
Denda administratif.
Menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan lebih lanjut akan diatur kemudian (yang kini telah diatur dalam PP No. 44 Tahun 2021).
Penutup: UU ini berlaku sejak diundangkan (5 Maret 1999).
Apa Itu Perse Illegal?
Perse illegal adalah suatu perbuatan yang secara inheren bersifat dilarang atau illegal. Adalah suatu perbuatan atau tindakan atau praktek yang bersifat dilarang atau illegal tanpa perlu pembuktian terhadap dampak dari perbuatan tersebut.
Dalam UU No 5 Tahun 1999, pasal-pasal yang bersifat perse illegal antara lain Pasal 5 dan Pasal 27. Pasal 5 menyatakan (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Angka (2) menyatakan: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a. Suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. Suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.
Tindakan atau perjanjian usaha dianggap secara otomatis melanggar hukum, tanpa perlu pembuktian efeknya terhadap pasar atau konsumen.
Asumsinya: tindakan tersebut selalu merugikan persaingan.
Kartel harga (price fixing)
Pembagian wilayah pasar (market division)
Pengaturan produksi/output
Perjanjian penawaran palsu (bid rigging)
Tidak perlu analisis ekonomi mendalam.
Penggugat cukup membuktikan bahwa praktik tersebut terjadi, bukan bahwa itu berdampak buruk.
Tujuannya adalah efisiensi hukum, karena tindakan tersebut sudah terbukti berbahaya bagi pasar dalam banyak kasus.
Lebih berat bagi pelaku usaha, karena tidak bisa membela diri dengan alasan efisiensi atau manfaat.
Tindakan usaha tidak langsung dianggap melanggar hukum, melainkan perlu dianalisis apakah tindakannya memiliki efek negatif terhadap persaingan.
Contoh Kasus:
Perjanjian eksklusif dengan distributor
Integrasi vertikal
Aliansi strategis antar perusahaan
Diskon loyalitas
Memerlukan pembuktian efek pada struktur pasar, perilaku, dan kinerja.
Diperlukan analisis menyeluruh terhadap:
Tujuan perjanjian
Struktur pasar
Efek pada pesaing dan konsumen
Pelaku usaha bisa memberikan alasan efisiensi, inovasi, atau manfaat ekonomi.
Memberikan ruang pembelaan.
Digunakan untuk praktik yang berpotensi ambigu — bisa bermanfaat atau bisa merugikan.
Dalam konteks UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat:
KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menerapkan dua pendekatan ini tergantung jenis pelanggaran.
Pasal 4–11 → biasanya masuk kategori per se illegal
Pasal 15 ke atas (misalnya integrasi vertikal, posisi dominan) → biasanya dianalisis dengan pendekatan rule of reason
Poin-Poin Utama:
Definisi hambatan masuk (barriers to entry):
Faktor-faktor yang membuat perusahaan baru sulit masuk ke pasar, seperti skala ekonomi, diferensiasi produk, dan kebutuhan modal besar.
Konsekuensi hambatan masuk:
Tingginya hambatan masuk memberi kekuatan pasar bagi perusahaan mapan untuk menetapkan harga lebih tinggi dan memperoleh keuntungan berlebih (supernormal profits).
Pendekatan empiris:
Bain menganalisis industri manufaktur AS dan menemukan korelasi antara struktur pasar yang terkonsentrasi dan tingkat keuntungan yang tinggi.
Kontribusi terhadap SCP:
Buku ini memperkuat konsep bahwa struktur pasar (terutama hambatan masuk dan konsentrasi industri) berpengaruh besar terhadap perilaku dan kinerja pasar.
Poin-Poin Utama:
Merupakan sintesis awal dan lengkap dari teori organisasi industri berbasis pendekatan SCP.
Membedakan antara pasar persaingan sempurna, monopolistik, monopoli, dan oligopoli.
Menjelaskan:
Efek struktur pasar terhadap harga dan efisiensi
Strategi perusahaan dalam menetapkan harga, investasi, dan inovasi
Pengaruh kebijakan pemerintah terhadap struktur dan kinerja industri
Mendorong pendekatan empiris dan kuantitatif dalam studi ekonomi industri.
Buku ini menjadi landasan teori SCP modern, digunakan secara luas dalam analisis kebijakan antimonopoli.
Published in American Economic Review
Poin-Poin Utama:
Mason adalah pelopor pemikiran bahwa struktur pasar memengaruhi perilaku perusahaan, dan karenanya memengaruhi kinerja industri secara keseluruhan.
Ia mengamati bahwa perusahaan besar dengan posisi dominan dapat menetapkan strategi harga dan produksi yang berbeda dari perusahaan dalam pasar persaingan sempurna.
Menekankan pentingnya analisis lembaga (institusi) dan struktur pasar nyata (real world markets) daripada hanya mengandalkan teori neoklasik.
Makalah ini adalah cikal bakal pendekatan SCP, sebelum dikembangkan secara sistematis oleh Bain.
Poin-Poin Utama:
Buku ini menyajikan pendekatan modern terhadap organisasi industri, menggabungkan teori ekonomi mikro dengan studi kasus nyata.
Membahas:
Strategi perusahaan dalam pasar oligopoli: penetapan harga, kolusi, diskriminasi harga.
Analisis pasar digital dan platform ekonomi.
Implikasi kebijakan persaingan dan regulasi antimonopoli.
Dilengkapi alat analisis matematika dan grafik, serta pendekatan empiris.
Cocok untuk mahasiswa dan peneliti yang ingin memahami praktik dan teori modern industri.
Poin-Poin Utama:
Buku ini lebih deskriptif dan aplikatif, menekankan hubungan antara teori industri dan kebijakan publik.
Menjelaskan:
Konsentrasi industri dan kekuatan pasar
Efisiensi alokatif vs efisiensi produksi
Peran regulasi dan antitrust dalam mencegah penyalahgunaan kekuatan pasar
Memberikan banyak data dan studi kasus tentang berbagai industri di Amerika Serikat.
Membahas pula evolusi struktur industri dalam jangka panjang, termasuk pengaruh globalisasi.
Suatu struktur pasar di mana hanya terdapat beberapa pelaku usaha besar yang menguasai sebagian besar pasar, sehingga mereka bisa mempengaruhi harga dan output.
Ciri: persaingan terbatas, ada ketergantungan antar pelaku usaha besar.
Contoh: pasar semen, industri telekomunikasi.
Perjanjian antara dua atau lebih pelaku usaha untuk menentukan harga barang atau jasa secara bersama-sama, bukan berdasarkan mekanisme pasar.
Dilarang karena merugikan konsumen dan menciptakan ilusi persaingan.
Contoh: perusahaan A dan B sepakat menjual produk seharga Rp 100.000 meskipun biaya produksi jauh lebih rendah.
Perjanjian antar pelaku usaha untuk membagi pasar secara geografis atau pelanggan, agar tidak saling bersaing.
Misalnya: Perusahaan X hanya menjual di Pulau Jawa, dan Perusahaan Y hanya di Sumatera.
Perjanjian antar pelaku usaha untuk menghindari atau menolak bertransaksi dengan pihak tertentu, biasanya untuk menyingkirkan pesaing.
Contoh: distributor sepakat tidak memasok barang ke toko yang menjual produk pesaing.
Sekelompok pelaku usaha sejenis yang bersepakat mengatur harga, jumlah produksi, atau wilayah pemasaran agar tidak saling bersaing.
Tujuan utama: mempertahankan keuntungan tinggi secara kolektif.
Kartel dapat bersifat tertutup (rahasia) atau terbuka.
Gabungan beberapa perusahaan yang secara hukum atau de facto menjadi satu entitas untuk menguasai pasar.
Biasanya terjadi melalui merger atau akuisisi, tapi dimaksudkan untuk membentuk kekuatan pasar tunggal.
Lebih terorganisir dari kartel.
Kondisi di mana satu pelaku usaha menguasai seluruh pasar tanpa pesaing yang berarti.
Bisa terjadi secara alami (karena efisiensi), legal (diberi hak oleh negara), atau karena strategi pasar yang agresif.
Dampaknya: harga tinggi, inovasi rendah, dan pilihan konsumen terbatas.
Kebalikan dari monopoli, yaitu ketika hanya ada satu pembeli di pasar, sementara penjual banyak.
Contoh: satu perusahaan besar membeli hasil pertanian dari banyak petani.
Kondisi di mana pelaku usaha memiliki pangsa pasar besar dan kemampuan untuk mengendalikan harga atau pasokan barang/jasa.
Tidak selalu ilegal, tetapi jika disalahgunakan dapat dilarang oleh hukum persaingan.
Strategi menjual barang/jasa di bawah biaya produksi untuk sementara waktu guna menghancurkan pesaing, lalu setelah pesaing keluar, menaikkan harga tinggi.
Ini dianggap penyalahgunaan kekuatan pasar dan dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999.
Keadaan di mana satu atau lebih pelaku usaha memiliki kekuatan pasar yang sangat besar dan tidak mudah digoyang pesaing, baik karena pangsa pasar, teknologi, modal, atau jaringan distribusi.
Contoh: perusahaan dengan pangsa pasar lebih dari 50% bisa dianggap dominan.
Penggunaan posisi dominan untuk menghambat persaingan, seperti:
Menolak akses ke pasar bagi pesaing baru,
Mengikat pembelian produk tertentu,
Menaikkan atau menurunkan harga secara tidak wajar.