Sebagian besar masyarakat dan pelaku usaha masih menggunakan sistem konvensional.
Lembaga konvensional sudah mapan dari sisi jaringan, teknologi, dan produk.
Banyak masyarakat belum memahami prinsip-prinsip syariah (tanpa bunga/riba, akad-akad syariah, dll.).
Produk syariah masih dianggap kompleks atau “khusus untuk umat Islam” saja.
Banyak LKS, khususnya BPRS atau koperasi syariah, memiliki aset dan jaringan lebih kecil dibanding bank konvensional.
Kurangnya akses terhadap dana murah (misalnya interbank market syariah belum optimal).
Kurangnya tenaga ahli yang memahami baik ilmu keuangan modern maupun fikih muamalah.
SDM yang ada seringkali berasal dari latar belakang konvensional, bukan syariah.
Beberapa aturan teknis belum sepenuhnya mengakomodasi perkembangan industri keuangan syariah (misalnya pengelolaan risiko syariah, pasar uang syariah).
Dukungan teknologi dan digitalisasi juga tertinggal dibandingkan bank besar konvensional.
Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia (~87%).
Ini adalah potensi pasar besar bagi produk keuangan yang sesuai syariah.
Pembentukan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Rencana integrasi dan penguatan bank-bank syariah (misalnya merger BUMN Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia / BSI).
Tren gaya hidup halal (halal lifestyle), UMKM syariah, hingga wisata halal menciptakan permintaan akan pembiayaan berbasis syariah.
Lembaga keuangan syariah cenderung lebih stabil di saat krisis karena berbasis aset nyata dan pembagian risiko.
Fintech syariah, e-wallet syariah, dan crowdfunding syariah mulai berkembang sebagai bentuk inklusi keuangan berbasis teknologi.
Kampanye nasional literasi keuangan syariah secara inklusif, tidak hanya untuk umat Islam tapi juga pelaku ekonomi umum.
Pelatihan dan sertifikasi SDM syariah di sektor keuangan.
Penyusunan regulasi yang lebih komprehensif dan mendukung keunikan sistem syariah (akad, pembagian risiko, dll.).
Pengembangan infrastruktur pasar uang dan pasar modal syariah yang lebih likuid dan efisien.
Insentif pajak untuk produk keuangan syariah (misalnya akad murabahah atau ijarah tidak dikenakan pajak berganda).
Dukungan modal atau subsidi untuk LKS kecil dan koperasi syariah.
Fasilitasi digitalisasi lembaga keuangan syariah agar lebih kompetitif.
Mendorong kolaborasi antara LKS dan fintech untuk menjangkau wilayah terpencil.
Penguatan Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai lokomotif perbankan syariah nasional.
Mendorong BUMD mendirikan unit usaha syariah untuk mendukung ekonomi daerah.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan di tengah dominasi lembaga keuangan konvensional, lembaga keuangan syariah memiliki peluang besar untuk tumbuh di Indonesia. Kunci keberhasilannya ada pada:
Edukasi dan literasi masyarakat,
Dukungan regulasi dan insentif pemerintah,
Inovasi dan digitalisasi layanan keuangan syariah.
Dengan langkah nyata dari pemerintah dan partisipasi semua pihak, ekosistem keuangan syariah Indonesia bisa menjadi pemain global, bukan hanya nasional.
Jika Anda ingin, saya bisa bantu juga membuat rangkuman dalam bentuk tabel atau infografis.